PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AL-QUR'AN SAAT INI

Permasalahan Dalam Pendidikan Ilmu Al-Qur'an
خيركم من تعلم القران وعلمه


Indonesia, Negara besar yang dikenal di dunia internasional dengan sebutan "Muslim Mayoritas" nya justru membuat prihatin dan menyedihkan. Kenyataan ini seperti pukulan keras ke lubuk hati dan nurani kita semua, khususnya para orang tua dan guru. Al-Qur'an yang sepakat menjadi pedoman pertama Muslim di muka bumi ini secara perlahan mulai kurang diperhatikan, entah secara sengaja atau mengalir begitu saja karena manusia beralih fokus untuk menyambut era yang super canggih bersamaan dengan berkembang pesatnya IPTEK saat ini. Atau karena manusia sudah merasa Kitab Suci itu sudah tak layak dan sejalan dengan perkembangan zaman.

Entahlah, mungkin akan banyak spekulasi dan pendapat berbeda tentang ini. Tapi, mari kita lihat fakta lapangan yang terjadi di masyarakat, khususnya yang saya lihat langsung atau mendengar dari cerita keluarga, kerabat, sahabat, rekan, dsb. Kira-kira seperti ini :

1- Mengaji (belajar Al-Qur'an) hanya ditekankan para orang tua untuk anaknya yang masih duduk dibangku sekolah dasar sederajat.
Kejadian bukan sekali atau dua-kali saya temui, bahkan sama dengan cerita dari beberapa guru pengajar di tempat lain. Entah apa yang ada difikiran para (oknum) orang tua seperti itu, dan yang semakin membuat saya heran, mereka justru berlomba-lomba meyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah favorit dan bimbel atau group belajar dengan menyanggupi penuh biaya yang cukup tinggi. Seringkali saya merasa dunia ini sudah terbalik, melihat para Guru Al-Qur'an yang mulia akan dihadiahi dengan harga murah dan jauh dari kata layak, bahkan kadang karena beranggapan mereka akan secara "ikhlash" mengajar justru disepelekan dengan sikap masa bodohnya orang tua terhadap kehadiran anaknya sendiri.
Mari kita berfikir sejenak, seandainya semua Muslim menyadari betapa pentingnya (wajib) belajar membaca Al-Qur'an dengan segala tuntutan dan keutamaannya, lalu Guru Pendidiknya memasang dengan harga yang sangat tinggi, pastilah para orang tua akan merasa begitu rugi jika anaknya sehari saja tidak hadir ke majlis pengajian tersebut. Dan yang terjadi adalah sebaliknya...!
Maaf, ini bukan membandingkan materi atau perkara dunia dengan agama...! Karena bagaimanapun dan sampai kapanpun isi dunia ini tak akan mampu membandingi investasi akhirat itu... Ini tidak lain agar tiap individu Muslim tidak menganggap remeh dan gampang untuk belajar Al-Qur'an dan ilmu agama lainnya

2- Berberapa oknum wali murid menganggap bahwa dengan anaknya bisa membaca huruf hijaiyah, sudah dirasa cukup sampai disitu
Nah, inilah fakta yang sangat menyedihkan. Tidak peduli apakah anaknya sudah betul-betul memahami dan menguasai praktik membaca Al-Qur'an, apakah sudah mampu memenuhi hak-hak huruf, kaidah tajwid dan lainnya. Tidak peduli apakah anaknya sudah mampu melafalkan ayat dan lafadz yang menjadi rukun dalan shalat. Tidak peduli apakah anaknya sudah mampu bertadarrus sendiri tanpa bimbingan. Tidak peduli, pokonya "sudah bisa baca"... "Yang penting sudah bisa baca"... Ngapain belajar ngaji (Al-Qur'an) lama-lama? Kan waktunya bisa buat ngerjain PR sekolah dan aktifitas lain...
Ya, entah hanya saya dan sebagian kecil saja yang menjumpai hal macam ini, semoga saja. Saya hanya berfikir dan mempertanyakan, apakah dengan menyisihkan waktu untuk mengaji Al-Qur'an akan mengganggu prestasi anak di sekolah?

3- Tidak seimbangnya waktu belajar antara belajar formal (sekolah) dan Mengaji (belajar) Al-Qur'an
Sedikitpun saya yang bodoh ini tidak menyalahkan Program dari Menteri Pendidikan atau mengecam dan lain-lain. Saya pun tidak akan menyalahkan Program Pendidikan dari Menteri Agama. Saya hanya mempertanyakan tentang "Kepedulian" dengan penting dan wajibnya belajar membaca Al-Qur'an di Negeri tercinta ini.
Inilah yang menjadi pertanyaan saya:
-Adakah kepedulian pemerintah tentang ilmu membaca dan menulis Al-Qur'an?
-Sejauh mana program pemerintah terkait dengan pelajaran yang berbasis agama khususnya ilmu Baca Tulis Al-Qur'an?
-Pemerintah yang memiliki wewenang dan berperan penting terhadap kurikulum peserta didik, sudahkah memberikan keseimbangan baik jam maupun materi antara pendidikan Al-Qur'an dan Ilmu Umum?

Mari kita bandingkan, pendidikan formal dengan jam dan materi yang begitu banyak, kemudian ditambah lagi dengan Pekerjaan Rumah (PR) untuk peserta didik yang harus dikerjakan di rumah, dan sebagian menambah jam  Bimbingan Belajar (Bimbel) atau Group-group belajar, ditambah lagi dengan jam ektrakulikuler yang beragam. Lalu adakah waktu yang diluangkan untuk belajar Al-Qur'an? Jika ada, sang anak alias peserta didik yang jelas sudah kelelahan dengan banyaknya aktifitas seharian, masihkah dapat fokus dan konsentrasi penuh untuk meyerap materi ilmu Al-Qur'an..?
Nah, jangan salahkan jika kita melihat di tempat-tempat pendidikan Al-Qur'an yang ada di Masjid, surau, TPA-TPQ dsb. justru diramaikan dengan anak-anak yang bermain dan berlarian kesana-kemari. Bukan salah mereka, karena dunia mereka memang menuntut untuk seperti itu. Anak-anak yang jenuh dengan suasana kelas dan jam istrihat sedikit, lalu harus kembali menguras otak untuk jam tambahan dan ekstrakulikuler. sehingga mau tidak mau waktu bermain dan jam istirahat mereka akan diluapkan saat mereka berkumpul di majlis yang mulya itu.
Inilah yang saya kira pemerintah sudah seharusnya memperhatikan dan memberikan formulasi untuk mengatasi hal yang lumrah di atas.

4- Tuntutan Zaman?
Bagaimanapun pendidikan formal memang sangatlah penting, untuk menunjang keberlangsungan hidup masa kini. Alangkah hinanya jika manusia yang hidup penuh dengan kekurangan materi, alangkah sedihnya bagi mereka yang dilempari dengan kata-kata "Miskin"... Berangkat dari situ, mulailah muncul hati-hati yang menanamkan niat menjadi "sukses". Munculah berbagai slogan dan kalimat dengan menyisipkan kata "sukses" diberbagai judul artikel yang membanjiri media sosial dan cover buku. Hingga, titik sukses kini hampir tiap orang memandangnya dengan sudut yang sama, dengan kata yang sama dan usaha yang beragam, seolah membuat kesepakatan dengan sendirinya, lalu menobatkan kata "KAYA" yang lebih pantas menyanding gelar sebagai isi dari kata "SUKSES".
Nah, setidaknya itulah gambaran singkat dari problematika yang menjadi virus mewabah kesetiap hati-hati suci manusia. Sehingga, jangan heran jika apapun yang tidak sejalan dengannya akan dikesampingkan dan seolah menjadi penghalang.
Mari kita lihat, anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar, dan mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar, lalu ditambah dengan lantunan merdu yang membuat sejuk pendengarnya, seolah menjadi "barang antik" yang jarang sekali ditemukan, Mengapa..? Tidak lain karena anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar kini masuk ke daftar "minoritas" saat iya mampu membaca Kitab Sucinya (Al-Qur'an) dengan baik dan benar.

5- Tempat-tempat mengaji (belajar) Al-Qur'an tidak memiliki fasilitas dan sarana yang memadai
Bisa kita saksikan, banyak sekali tempat-tempat anak untuk belajar membaca dan menulis Al-Qur'an yang minim fasilitas, sarana dan prasarana. Banyak yang menganggap belajar membaca dan menulis Al-Qur'an itu hanya cukup dengan tempat duduk dan media Buku Cetak Iqro atau sejenisnya dan Mushaf Al-Qur'an. Padahal, tempat yang nyaman dan sarana yang memadai akan sangat berperan penting untuk menunjang anak dalam menyerap Ilmu yang mulya itu.
apa yang sebenarnya terjadi dan meracuni saat ini, saya sangat jarang menjumpai tempat anak-anak yang dipergunakan untuk mengaji Al-Qur'an dengan predikat layak...! Kata layak di sini jika dibandingkan dengan tempat-tempat belajar formal... Setidaknya, secara umum banyak sekali tempat yang disediakan justru sisa dari tempat yang kosong sebuah bangunan. Seperti ruang tamu rumah pribadi, pinggiran disamping gudang masjid dan musholla atau diterasnya, dsb.
Miris..? Ya, saya secara pribadi miris sekaligus prihatin...! Entah kepada siapa hal ini dapat tersampaikan, entah sampai kapan tradisi ini akan terus ada dan berjalan...
Ini jelas sebuah kerugian, kerugian dari tiap individu yang hidup di zaman ini dan sebuah negara yang besar. Terkadang terbayang oleh saya sekolah-sekolah elit yang didalamnya penuh dengan fasilitas dan berudara sejuk karena tiupan AC itu adalah tempat anak-anak yang berusaha membaca, menulis dan melantunkan Ayat-Ayat Tuhan yang Esa. Betapa mulyanya mereka dimata zahir, betapa istimewa dan senangnya terasa dihati nurani. Semoga saja... Semoga ada hati-hati yang turut prihatin dengan aset mulya itu.

6- Kurangnya perhatian wali murid terhadap hasil dan kemampuan buah hatinya dalam Mengaji Al-Qur'an
"Yang penting anakku ngaji"... Atau "sebisanya aja, jangan dipaksakan, yang penting dia mau ngaji"...
Itulah penggalan kalimat yang sering kali saya dengar sendiri. Ada rasa keputus asaan kadang, dan kadang pula ada rasa ketidak adilan alias diskriminasi antara Ilmu yang wajib dan mulya ini dengan pelajaran lainnya. Bagaimana tidak, saya kadang merasa ada yang salah dengan pola pikir (oknum) muslim saat ini. Mereka menganggap mengaji hanya untuk mengisi waktu luang anaknya, sehingga status "mengaji" atau belajar Al-Qur'an hanya memanfaatkan waktu luang anak untuk menunggu azan maghrib, dan begitu saja setiap harinya. Tanpa memperdulikan sampai mana sang anak telah menguasai materi dan praktik membaca atau menulis Al-Qur'an. Bahkan kadang orang tuanya tidak menghantarkan anaknya saat mendaftarkan ke tempat atau majlis pengajian itu, cukup dengan mengarahkan untuk ikut temannya datang ke majlis terdekat. Tidak ada pesan untuk menyampaikan izin ketika anak berhalangan hadir. Kadang juga jika merasa tidak cocok atau merasa cukup, orang tuanya tidak lagi berpamitan dengan Pengajar atau Guru mengaji anaknya  walau hanya untuk mengucapkan kata "terimakasih"... Kesan dari kesemuanya yaitu "Ngaji itu tidak begitu penting".
Pahamilah... walau ini kaitannya hanya dengan beberapa oknum saja, tapi karena seringnya kejadian ini baik saya temui sendiri maupun dari pengalaman beberapa karib dan sahabat. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa jangan sampai kejadian seperti ini kembali dan selalu terulang di lain tempat dan pelaku.

Itulah kira-kira beberapa point yang saya anggap penting dan banyak terjadi di sekeliling yang saya amati.
Kesimpulannya, Al-Qur'an adalah rujukan nomer wahid bagi ummat Islam dalam menggali sumber hukum. Artinya, bagaimana  ummat islam akan berpegang teguh dan menggali sumber hukum agama jika membaca dan menulisnya saja tidak bisa? Padahal dapat memparktikkan membaca dan menulis Al-Qur'an adalah langkah awal dalam mempelajari isi darinya, bukan hanya sampai di situ. Untuk lebih jelasnya, saya nukilkan ayat berikut tafsirnya agar lebih jelas, QS. Yusuf:2 yg berkenaan dengan hal ini...

ان انزلناه قرانا عربيا لعلكم تعقلون
Imam Qurthubi menjelaskan ma'na dari لعلكم تعقلون
اي، لكي تفهموا معانيه وتتاملوا فيه...

Lebih jauh, kita lihat tafsir Assaady dalam mengomentari لعلكم تعقلون
اي لتعقلوا حدوده واصوله وفروعه، واوامره ونواهيه. فاذا عقلتم ذلك بايقانكم واتصفت قلوبكم بمعرفتها. اثمر ذلك عمل الجوارح والانقياد اليه...

Semoga bermanfaat....
 Sebenarnya masih banyak hal yang mau dibicarakan. tapi karena jari yang mulai ngajak ngopi, ya kita sudahi dulu sampai di sini.
Jika anda merasa bahwa saya terlalu berlebihan dan terburu-buru membuat kesimpulan, dan menganggap ini hanya sebuah asumsi yang jauh dari kebenaran, saya hanya menyampaikan apa yang saya alami dan saya amati, serta cerita dari pengalaman para sahabat yang pernah bersinggungan dengan dunia yang kami bahas...
Ente jauh dari kata ikhlas..!!! Heheee... Ngajar malah ngitung duit.. !!! Heheee... Santai mas brow, silahkan anda pahami kembali dari awal naskah, lalu renungkan..
Dan insya-Allah nanti dilain kesempatan kita bahas materi yang berkenaan dengan kata "IKHLAS DALAM BERAMAL (MENGAJAR)"...



0 comments:

IP